Penyakit Marek Pada Unggas
Penyakit Marek Pada Unggas selaku pilihan yang bagus buat kalian yang pengen mencari solusi kabar mencabut. Beberapa kabar lainnya bisa kalian dapatkan disini beserta baik.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Satu dari sekian banyaknya hambatan internal rangka menaikan produktivitas ternak merupakan adanya banyak sekali penyakit yng setimpal faktor yng langsung berpengaruh terhadap ke hidup-an ternak. Penyakit pada ternak bisa memicu kerugian ekonomi yng cukup besar perincian peternak khususnya serta masyarakat luas pada biasanya. Lantaran selain merusakkan ke hidup-an ternak, pun bisa menular kepada kita-kita (zoonosis). Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit bisa ditekan andai diagnosa serta pengobatan di lakukan sedini siapa tahu, secara cepat serta benar agar penyakit tak menyebar ke ternak lain.
Penyakit Marek pada ayam pertama kali dilaporkan oleh spesialis patologi bernama Jozsef Marek pada tahun 1907 yang dengannya gejala utama berupa kerusakan syaraf. Penyakit ini lantas tersebar luas di banyak sekali negara serta bertambah-bertambah menyerang ayam, namun unggas lain-lainnya semisal burung puyuh, kalkun serta itik bisa juga ditulari (Huminto, 2000).
Berhubung terdapat bermacam-macam galur virus yang dengannya patotipe yng berbeda, maka gejala klinis serta patologisnya pun bervariasi (Adjid et al.,2002). Kewaspadaan terhadap penyakit Marek butuh ditingkatkan lantaran penyakit ini bisa memicu pertumbuhan yng terhambat, kelumpuhan serta malah kematian. Khusus perincian atau bisa juga dikatakan kepada ayam petelur, penyakit ini Suka memicu keluhan berupa terlambatnya umur produksi, target produksi tiada tercapai serta ayam berhenti berproduksi sebelum saatnya (Huminto et al., 2000). Keadaan ini butuh diketahui oleh para peternak ataupun pihak-pihak lain yng terlibat internal pemeliharaan ayam komersial menjadikan tindakan pengendalian bisa di lakukan secara dini. Yang dengannya demikian penyebaran penyakit Marek secara bertambah luas bisa dicegah serta kerugian bisa ditekan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyakit Marek serta Penyebabnya Penyakit Marek merupakan suatu penyakit neoplastik serta neuropathic pada unggas, bertambah-bertambah ayam, penyebabnya yaitu oleh virus Amat infeksius dari herpesvirus cell-associated (Adjid et al.,2002). Penyakit Marek bisa ditularkan lewat sumber infeksi berpangkal dari folikel bulu ayam yng terinfeksi serta secara mekanik bisa ditularkan lewat sangkar yng terkontaminasi ataupun petugas sangkar. Penyakit umumnya menyerang ayam yng berumur tiga minggu ke buat namun paling Suka menyerang ayam yng berumur 10 − 15 minggu ataupun 16 − 20 minggu, walaupun demikian wabah bisa juga terlaksana pada ayam berumur 60 minggu (Huminto et al., 2000).
Di Indonesia Marek sudah dikenal sejak tahun 1956 yakni yang dengannya nama neurolimfomatosis. Meskipun macam-macam vaksin Marek sudah diproduksi serta beredar di pasaran hendak tetapi fenomena Marek dilaporkan tetap terlaksana secara sporadis, baik pada flok ayam yng sudah divaksin terhadap Marek maupun pada flok ayam kampung yng dipelihara secara intensif (Huminto et al., 2000).
Penyakit Marek yng penyebabnya yaitu oleh virus herpes serotipe 1 paling Suka menyerang ayam yng berusia muda (Adjid et al.,2002) serta secara eksperimental bisa menginfeksi kalkun, burung puyuh serta itik (Damayanti et al.,2002). Manifestasi penyakit Amat bervariasi lantaran internal satu flok ayam bisa terserang oleh satu ataupun kombinasi dari seputar galur virus Marek. Virus Marek ditularkan secara horizontal langsung maupun tak langsung lewat sel epitel pada folikel bulu yng menyandang kandungan virus serta mengkontaminasi udara, sangkar, perlengkapan serta petugas sangkar. Virus ini Amat tahan terhadap lingkungan menjadikan bisa bertahan sampai-sampai akhir siklus produksi. Selain didapati pada folikel bulu, virus pun didapati pada darah, mulut, hidung, mukosa trakhea serta kloaka, namun penularan yng efektif terlaksana lewat saluran pernapasan (Shane, 1998).
B. Gejala klinis Ada seputar versi yng dibuat perincian atau bisa juga dikatakan kepada mengklasifikasi gejala klinis Marek. Pendapat dari Payne (1985) Marek terbagi buat Marek klasik serta akut. Marek klasik ditandai oleh kerusakan syaraf yng berakibat pada kelumpuhan menjadikan ayam internal posisi satu kaki ditarik ke belakang, satu kaki dijulurkan ke depan. Selain itu, bisa juga terlaksana kelumpuhan sayap, tortikolis serta sesak napas. Tumor superfisial secara klinis bisa terlihat pada perangkat penglihat, dasar pial, kulit, jari kaki serta folikel bulu. Marek yng akut merupakan Marek yng tak ditandai yang dengannya gejala klinis semisal di buat serta ayam tiba-tiba mati. Pendapat dari Bambang (1992) gejala klinis Mareks Disease bisa dibedakan selaku 4 bentuk, yaitu: 1. Bentuk Neural, bentuk khas merupakan jengger pucat, kelumpuhan pada sayap serta kaki.
2. Bentuk Viceral, yang dengannya tanda khas pada hati, ginjal, testis, ovary, serta limpha. Warnanya selaku pucat serta hati selaku 2 – 4 kali bertambah besar dari ukuran normal.
3. Bentuk Ocular, yang dengannya tanda khas terjadinya kebutaanatau iris pada perangkat penglihat yng berwarnakelabu ataupun semisal mutiara.
4. Bentuk Skin Form, yang dengannya tanda khas terjadinya tumor di bawah kulit serta otot. 
Selain Marek klasik serta akut menempatkan transient paralysis (kelumpuhan tengah) menjdai gejala klinis yng ketiga dimana ayam tiba-tiba terserang kelumpuhan 1 − 2 hari lalu ayam sembuh kembali. Pendapat dari Huminto (2000) kematian akut yang telah di sebutkan sebelumnya ditandai oleh depresi serta ataksia, namun andai penyakit selaku kronis ayam terlihat pucat, anoreksia, dehidrasi, diare, pincang, lumpuh sayap, buta, sesak napas, produksi telur menurun, serta nilai konversi pakan menurun. Secara klinis Ginting (1980) membagi Marek buat tiga kelompok: Marek Klasik sesuai yang dengannya yng digambarkan oleh Marek pada tahun 1907 yang dengannya gejala utama berupa kerusakan syaraf kronis serta pembentukan limfoma. Marek Akut yng bersifat bertambah patogen serta semenjak mewabah pada tahun 1950 an di banyak sekali negara yng ditandai yang dengannya limfoma di banyak sekali organ. Marek Perakut yng bersifat paling patogen serta semenjak muncul pada tahun 1980-an sampai saat ini yng ditandai yang dengannya kematian tiba-tiba ataupun early mortality syndrome (EMS).
C. PATOLOGI ANATOMI (PA) Kelainan pasca mati penyakit Marek yng utama bisa digolongkan ke internal dua kelompok, yaitu kerusakan syaraf serta pembentukan limfoma. Selain kerusakan syaraf serta pembentukan tumor, Marek bisa juga memicu aterosklerosis pada arteri koronarius, aorta serta cabang-cabangnya (Payne, 1985), atropi bursa Fabrisius serta timus disertai nekrosis pada limpa (Payne, 1985). 1. Kerusakan syaraf Syaraf bisa membengkak dua sampai-sampai tiga kali ukuran normal disertai oedema, hilangnya garis-garis melintang serta warna syaraf selaku keruh serta kuning keabu-abuan. Kerusakan syaraf yang telah di sebutkan paling Suka bersifat unilateral serta bisa menyerang syaraf perifer, pangkal ganglion serta pangkal syaraf spinal. Kerusakan syaraf ini paling gampang dilihat pada syaraf ischiadicus serta brachialis (Damayanti serta Hamid. 2002). 2. Tumor Limfoid Tumor berupa limfoma bisa terbentuk di banyak sekali lokasi, misalnya pada folikel bulu pada sayap (disertai lesi pada otot berupa gurat-gurat putih serta kemerahan kulit), perangkat penglihat (iris) serta organ viseral (paruparu, jantung, proventrikulus, mesenterium, usus, hati, limpa, pankreas, ginjal, kelenjar adrenal, ovarium, bursa Fabrisius serta timus. Secara umum limfoma pada Marek bisa bersifat difus ataupun nodular, berwarna keabu-abuan, konsistensi padat serta permukaan bidang sayatan halus. Khusus perincian atau bisa juga dikatakan kepada organ hati maka limfoma ini memicu hilangnya pola lobular (Damayanti serta Hamid. 2002)..
D. DIAGNOSIS Kriteria yng Perlu diperhatikan celah lain, sejarah penyakit, umur ayam yng terserang, aspek klinis serta patologis. 1. Sejarah penyakit Data ihwal jenis kelamin, galur ayam, wabah sebelumnya, jenis serta tanggal vaksinasi, nilai morbiditas serta mortalitas Perlu diketahui yang dengannya baik. 2. Umur ayam Khusus mengenai umur, penyakit Marek umumnya muncul pada umur 2−5 bulan, namun ayam umur 3 minggupun bisa terserang (Huminto et al.,1969), demikian juga ayam yng berumur 60 minggu ke buat. Butuh diwaspadai bahwasanya andai flok ayam petelur terserang Marek meskipun telah di lakukan vaksinasi maka hal ini menunjukan bahwasanya flok terserang oleh virus Marek dari galur yng bertambah virulen (Damayanti serta Hamid. 2002). 3. Aspek klinis serta patologis Gambaran klinis, pasca mati serta histopatologi hendaknya diamati secara seksama, bertambah-bertambah yng menyangkut hal-hal yng spesifik. Pendapat dari Tabbu (2000), uji virologi serta serologi tak tiada kecil membantu internal memastikan diagnosis lantaran Marek bersifat amat menular menjadikan hampir dipastikan seluruh flok telah terserang walaupun tak selalu memicu gejala klinis.
E. Cara penularan penyakit Hewan yng sakit maupun hewan yng sembuh dari Marek serta selaku karier hendak mengeluarkan virus ke lingkungan. Penyakit Marek menular secara horizontal, namun tak secara vertikal (Tabbu, 2000). Penularan penyakit secara horizontal bisa secara langsung maupun tak langsung secara per inhalasi ke saluran pernafasan. Folikel bulu sampai era ini dianggap menjdai tempat yng paling produktif internal perkembangan virus infeksius serta Amat potensil menyebarkan infeksi, meskipun virus Marek bisa berada internal darah, pada mulut, hidung, mukosa trakhea serta kloaka. Shane (1998) menyatakan virus MD ini lantas mengkontaminasi lingkungan (udara, litter, debu, perlengkapan sangkar, petugas sangkar, serta lain-lain).
Penularan penyakit dari sumber infeksi potensial (folikel bulu serta debu sangkar terkontaminasi virus MD, serta lain-lain) paling efektif terlaksana lewat inhalasi ke saluran pernapasan. Huminto (2000) menyatakan penularan penyakit lewat vektor serangga serta koksidia tak terlaksana, kecuali sejenis kumbang (darkling beetles/Alphitobius diaperinus) yng bisa membawa virus secara pasif. Meskipun penyakit Marek tak selalu berakhir yang dengannya kematian hendak tetapi sekali ayam terinfeksi maka viremia hendak tetap berlangsung menjadikan ayam selaku karier yng berpotensi perincian atau bisa juga dikatakan kepada menyebarkan infeksi (Adjid et al.,2002).
F. PENGENDALIAN PENYAKIT Penyakit Marek tak bisa diobati yang dengannya efektif baik secara individual maupun pada flok secara keseluruhan, hendak tetapi demikian fenomena penyakit Marek bisa dicegah yang dengannya melakukan banyak sekali cara, celah lain: vaksinasi, penetapan galur ayam yng bertambah resisten terhadap Marek serta system manajemen perincian atau bisa juga dikatakan kepada menaikan sanitasi serta biosekuritas. 1. Vaksinasi Hingga era ini vaksinasi masih dianggap menjdai seni manajemen utama internal mencegah penyakit Marek. Vaksin Marek bisa berbentuk monovalen ataupun bivalen, 1. Vaksin monovalen umumnya berpangkal dari serotipe 1 yng diatenuasi (misalnya Rispen) ataupun serotipe 3 (HVT), sedangkan vaksin bivalen umumnya berupa gabungan serotipe 3 (HVT) serta serotipe 2 (misalnya SB-1 ataupun 301B). Vaksin Marek bisa diberikan yang dengannya cara menginjeksi embrio pada hari ke 18 (in ovo) ataupun pada era ayam anyar menetas (sub kutan). Oleh lantaran vaksinasi anyar hendak memberikan proteksi penuh pada 7-10 hari pasca vaksinasi, maka pengawasan ketat terhadap sanitasi amat dibutuhkan pada masa kritis ini. Andai vaksinasi telah diberikan namun wabah tetap terlaksana maka revaksinasi oleh vaksin sejenis sia-sia perincian atau bisa juga dikatakan kepada di lakukan lantaran ini menandakan bahwasanya ayam terserang oleh virus Marek dari jenis yng bertambah virulen Hal ini memperlihatkan suatu kegagalan vaksinasi. Payne (2000) menyatakan seputar hal yng bisa menghasilkan kegagalan program vaksinasi, yakni (1) ayam terinfeksi oleh virus ganas sebelum vaksin bekerja sempurna internal tubuh ayam; (2) pembentukan respon kekebalan akibat vaksinasi terhambat lantaran adanya antibodi maternal internal tubuh ayam; (3) ketidaksesuaian internal App vaksin; (4) vaksin yng dipakai berpangkal dari strain yng tak protektif. Bila ada ayam yng terserang Marek tak ada pengobatan serta sebaiknya ayam yng terindikasi haurs dimusnahkan serta bangkainya Perlu dibakar (Ginting, 1980). 2. Resistensi genetik Mentransfer gen berbeda yang dengannya cara menyisipkan gen virus Marek pada genom ayam menjadikan terlaksana superinfeksi antigen protektif virus Marek (Adjid et al.,2002). 3. System manajemen Penerapan system manajemen yng semata-perangkat penglihat mengutamakan peningkatan produksi ayam bisa mendukung terjadinya mutasi virus Marek. Upaya-upayamencegah Marek Disease semisal menutup area sangkar yang dengannya system penyaringan udara; penggunaan ayam specific pathogen free (SPF); desinfeksi sangkar setiap kali selesai siklus produksi serta pemanfaatan materi transgenik perincian atau bisa juga dikatakan kepada memblok replikasi virus secara in vivo (Adjid et al.,2002).
G. Diferensial Diagnosa Penyakit lain yng mirip yang dengannya MD merupakan Limfoid leukosis (LL). Marek’s disease didapati pada ayam muda serta memicu lesi pada saraf perifer. Penyakit ini ditandai oleh adanya sel-sel limfoid yng berbentuk heterogen. Meskipun demikian, Marek bisa pun memicu tumor pada banyak sekali organ ayam cukup umur serta memicu tumor pada bursa fabricius. Penyakit ini ditandai oleh adanya sel-sel tumor tipe blas yng berbentuk seragam. Asumsi yng penting di internal diagnosis LL merupakan terbentuknya tumor pada burca fabricius pada ayam umur >16 minggu (Tabbu., 2000).
Pada pemeriksaan pasca-mati, MD kerapkali dikelirukan yang dengannya ML (Mieloid leukosis) sehubungan yang dengannya tak terbentuknya tumor pada bursa fabricius serta adanya tumor pada banyak sekali organ viseral. Akan tetapi, tumor spesifik pada kasus ML, yng tergolong mielositoma pada mukosa laring, trakea, koste, sternum serta kranium hendak membedakan penyakit ini yang dengannya MD (Tabbu., 2000). H. Kasus di Indonesia Ginting (1980) membuat laporan bahwasanya pada tahun 1972 − 1976 kasus Marek yng didiagnosis di bagian Patologi - Balitvet berkisar celah 9,96% − 24,48% dari 596 sampel yng diperiksa. Sementara itu penelitian di daerah Bogor serta sekitarnya menunjukan bahwasanya dari 51 kasus yang dengannya leukosis kompleks, 38 (74,5%) setimpal Marek. Sementara itu Huminto et al., (2000) membuat laporan ihwal kasus Marek yng terdiri buat tujuh kasus yng berpangkal dari peternakan ayam ras petelur (26 hari − 28 minggu) yng telah divaksin terhadap Marek serta satu kasus yng berpangkal dari peternakan ayam kampung (16 minggu) yng dipelihara secara intensif. Kedelapan sampel yang telah di sebutkan berpangkal dari flok yng berbeda serta didiagnosis di laboratorium Patologi FKH-IPB. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukan tumor limfoid di ovarium serta sejumlah organ viseral menjadikan menghambat perkembangan folikel telur serta laju pertumbuhan badan serta memicu kelumpuhan serta kematian.
Lebih jauh Tabbu (2000) membuat laporan bahwasanya pemeriksaan patologik pada ayam pedaging yng berpangkal dari 23 peternakan komersial di banyak sekali daerah di Indonesia serta 5000 ekor ayam pedaging di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukan bahwasanya lesi Marek yng muncul relatif bertambah ringan dari pada yng didapati pada ayam ras petelur serta ayam kampung. Marek bentuk ringan yang telah di sebutkan umumnya berupa tumor limfoid pada organ dibatasi (proventrikulus, limpa, hati serta ginjal) Meskipun mortalitas-nya rendah, Marek bentuk ringan ini bersifat imunosupresif menjadikan ayam gampang terserang penyakit lain serta ayam selaku sumber infeksi yng potensial.
Fakta yang telah di sebutkan hendaknya selaku bahan pertimbangan kita seluruh mengingat di Indonesia ayam padaging umumnya tak divaksin terhadap Marek lantaran waktu pemeliharaan yng relatif pendek. Hingga era ini Balitvet masih terus mendapatkan sampel penyakit Marek, walaupun prosentasenya relatif kecil. Hal ini menunjukan bahwasanya penyakit Marek bersifat sporadis serta meskipun vaksinasi telah di lakukan namun mutasi virus Marek terus berlangsung. Kasus Marek yng didiagnosis di Balitvet tentu saja tak mencerminkan kondisi di lapangan yng sebenarnya lantaran umumnya peternak mengafkir ayam yng dicurigai terserang Marek cuma dari tanda klinis serta gambaran pasca mati.
KESIMPULAN 1. Penyakit Marek merupakan suatu penyakit neoplastik serta neuropathic pada unggas, bertambah-bertambah ayam, penyebabnya yaitu oleh virus Amat infeksius dari herpesvirus cell-associated . 2. Penyakit Marek bisa ditularkan lewat sumber infeksi berpangkal dari folikel bulu ayam yng terinfeksi serta secara mekanik bisa ditularkan lewat sangkar yng terkontaminasi ataupun petugas sangkar. Penyakit umumnya menyerang ayam yng berumur tiga minggu ke buat namun paling Suka menyerang ayam yng berumur 10 − 15 minggu ataupun 16 − 20 minggu, walaupun demikian wabah bisa juga terlaksana pada ayam berumur 60 minggu. 3. Penyakit Marek tak bisa diobati yang dengannya efektif baik secara individual maupun pada flok secara keseluruhan, hendak tetapi demikian fenomena penyakit Marek bisa dicegah yang dengannya melakukan banyak sekali cara semisal vaksinasi, resistensi genetik serta perbaikan manajemen.
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, R.M.A. Damayanti, R. Hamid, H. Sjafriati, T. serta Darminto. 2002. Penyakit Marek Pada Ayam: I. Etiologi, Patogenesis Serta Pengendalian Penyakit. WARTAZOA Vol. 12 No. 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Bambang. 1992. Pengendalian Hama serta Penyakit Ayam. Yogyakarta : Kanisius. Damayanti, R serta Hamid, H. 2002. Penyakit Marek pada Ayam: II. Aspek Klinis, Patologis serta Diagnosis. WARTAZOA Vol. 12 No. 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Ginting, Ng. serta B.P.A. Radjaguguk. 1980. Data ihwal penyakit Marek di Indonesia. Bulletin LPPH 19:33- 41. Huminto, H., B.P. Priosoeyanto, I.W.T. Wibawan, D.R. Agungpriyono, E. Harlina, serta S. Fatimah. 2000. Kasus diagnostik penyakit marek pada ayam. Prosiding Seminar Nasional Peternakan serta Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Bogor. Hlm 543-546. Payne, L.N. 1985. Marek’s Disease: Scientific Basis and Methods of Control. Martinus Nijhoff Pub. Boston. Dordrecht. Lancaster. Payne, L.N. serta K. Venugopal. 2000. Neoplastic diseases: Marek’s disease, avian leucosis and reticuloendotheliosis. Rev. Sci. Tech.off Int. Epiz. 19(2):544-564. Shane, M.S. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association. pp.66-69. Tabbu., C.R. 2000. Penyakit Ayam serta Penanggulangannya, Volume 1. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 142 – 150
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Satu dari sekian banyaknya hambatan internal rangka menaikan produktivitas ternak merupakan adanya banyak sekali penyakit yng setimpal faktor yng langsung berpengaruh terhadap ke hidup-an ternak. Penyakit pada ternak bisa memicu kerugian ekonomi yng cukup besar perincian peternak khususnya serta masyarakat luas pada biasanya. Lantaran selain merusakkan ke hidup-an ternak, pun bisa menular kepada kita-kita (zoonosis). Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit bisa ditekan andai diagnosa serta pengobatan di lakukan sedini siapa tahu, secara cepat serta benar agar penyakit tak menyebar ke ternak lain.
Penyakit Marek pada ayam pertama kali dilaporkan oleh spesialis patologi bernama Jozsef Marek pada tahun 1907 yang dengannya gejala utama berupa kerusakan syaraf. Penyakit ini lantas tersebar luas di banyak sekali negara serta bertambah-bertambah menyerang ayam, namun unggas lain-lainnya semisal burung puyuh, kalkun serta itik bisa juga ditulari (Huminto, 2000).
Berhubung terdapat bermacam-macam galur virus yang dengannya patotipe yng berbeda, maka gejala klinis serta patologisnya pun bervariasi (Adjid et al.,2002). Kewaspadaan terhadap penyakit Marek butuh ditingkatkan lantaran penyakit ini bisa memicu pertumbuhan yng terhambat, kelumpuhan serta malah kematian. Khusus perincian atau bisa juga dikatakan kepada ayam petelur, penyakit ini Suka memicu keluhan berupa terlambatnya umur produksi, target produksi tiada tercapai serta ayam berhenti berproduksi sebelum saatnya (Huminto et al., 2000). Keadaan ini butuh diketahui oleh para peternak ataupun pihak-pihak lain yng terlibat internal pemeliharaan ayam komersial menjadikan tindakan pengendalian bisa di lakukan secara dini. Yang dengannya demikian penyebaran penyakit Marek secara bertambah luas bisa dicegah serta kerugian bisa ditekan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Penyakit Marek serta Penyebabnya Penyakit Marek merupakan suatu penyakit neoplastik serta neuropathic pada unggas, bertambah-bertambah ayam, penyebabnya yaitu oleh virus Amat infeksius dari herpesvirus cell-associated (Adjid et al.,2002). Penyakit Marek bisa ditularkan lewat sumber infeksi berpangkal dari folikel bulu ayam yng terinfeksi serta secara mekanik bisa ditularkan lewat sangkar yng terkontaminasi ataupun petugas sangkar. Penyakit umumnya menyerang ayam yng berumur tiga minggu ke buat namun paling Suka menyerang ayam yng berumur 10 − 15 minggu ataupun 16 − 20 minggu, walaupun demikian wabah bisa juga terlaksana pada ayam berumur 60 minggu (Huminto et al., 2000).
Di Indonesia Marek sudah dikenal sejak tahun 1956 yakni yang dengannya nama neurolimfomatosis. Meskipun macam-macam vaksin Marek sudah diproduksi serta beredar di pasaran hendak tetapi fenomena Marek dilaporkan tetap terlaksana secara sporadis, baik pada flok ayam yng sudah divaksin terhadap Marek maupun pada flok ayam kampung yng dipelihara secara intensif (Huminto et al., 2000).
Penyakit Marek yng penyebabnya yaitu oleh virus herpes serotipe 1 paling Suka menyerang ayam yng berusia muda (Adjid et al.,2002) serta secara eksperimental bisa menginfeksi kalkun, burung puyuh serta itik (Damayanti et al.,2002). Manifestasi penyakit Amat bervariasi lantaran internal satu flok ayam bisa terserang oleh satu ataupun kombinasi dari seputar galur virus Marek. Virus Marek ditularkan secara horizontal langsung maupun tak langsung lewat sel epitel pada folikel bulu yng menyandang kandungan virus serta mengkontaminasi udara, sangkar, perlengkapan serta petugas sangkar. Virus ini Amat tahan terhadap lingkungan menjadikan bisa bertahan sampai-sampai akhir siklus produksi. Selain didapati pada folikel bulu, virus pun didapati pada darah, mulut, hidung, mukosa trakhea serta kloaka, namun penularan yng efektif terlaksana lewat saluran pernapasan (Shane, 1998).
B. Gejala klinis Ada seputar versi yng dibuat perincian atau bisa juga dikatakan kepada mengklasifikasi gejala klinis Marek. Pendapat dari Payne (1985) Marek terbagi buat Marek klasik serta akut. Marek klasik ditandai oleh kerusakan syaraf yng berakibat pada kelumpuhan menjadikan ayam internal posisi satu kaki ditarik ke belakang, satu kaki dijulurkan ke depan. Selain itu, bisa juga terlaksana kelumpuhan sayap, tortikolis serta sesak napas. Tumor superfisial secara klinis bisa terlihat pada perangkat penglihat, dasar pial, kulit, jari kaki serta folikel bulu. Marek yng akut merupakan Marek yng tak ditandai yang dengannya gejala klinis semisal di buat serta ayam tiba-tiba mati. Pendapat dari Bambang (1992) gejala klinis Mareks Disease bisa dibedakan selaku 4 bentuk, yaitu: 1. Bentuk Neural, bentuk khas merupakan jengger pucat, kelumpuhan pada sayap serta kaki.

2. Bentuk Viceral, yang dengannya tanda khas pada hati, ginjal, testis, ovary, serta limpha. Warnanya selaku pucat serta hati selaku 2 – 4 kali bertambah besar dari ukuran normal.
3. Bentuk Ocular, yang dengannya tanda khas terjadinya kebutaanatau iris pada perangkat penglihat yng berwarnakelabu ataupun semisal mutiara.
4. Bentuk Skin Form, yang dengannya tanda khas terjadinya tumor di bawah kulit serta otot. 
Selain Marek klasik serta akut menempatkan transient paralysis (kelumpuhan tengah) menjdai gejala klinis yng ketiga dimana ayam tiba-tiba terserang kelumpuhan 1 − 2 hari lalu ayam sembuh kembali. Pendapat dari Huminto (2000) kematian akut yang telah di sebutkan sebelumnya ditandai oleh depresi serta ataksia, namun andai penyakit selaku kronis ayam terlihat pucat, anoreksia, dehidrasi, diare, pincang, lumpuh sayap, buta, sesak napas, produksi telur menurun, serta nilai konversi pakan menurun. Secara klinis Ginting (1980) membagi Marek buat tiga kelompok: Marek Klasik sesuai yang dengannya yng digambarkan oleh Marek pada tahun 1907 yang dengannya gejala utama berupa kerusakan syaraf kronis serta pembentukan limfoma. Marek Akut yng bersifat bertambah patogen serta semenjak mewabah pada tahun 1950 an di banyak sekali negara yng ditandai yang dengannya limfoma di banyak sekali organ. Marek Perakut yng bersifat paling patogen serta semenjak muncul pada tahun 1980-an sampai saat ini yng ditandai yang dengannya kematian tiba-tiba ataupun early mortality syndrome (EMS).
C. PATOLOGI ANATOMI (PA) Kelainan pasca mati penyakit Marek yng utama bisa digolongkan ke internal dua kelompok, yaitu kerusakan syaraf serta pembentukan limfoma. Selain kerusakan syaraf serta pembentukan tumor, Marek bisa juga memicu aterosklerosis pada arteri koronarius, aorta serta cabang-cabangnya (Payne, 1985), atropi bursa Fabrisius serta timus disertai nekrosis pada limpa (Payne, 1985). 1. Kerusakan syaraf Syaraf bisa membengkak dua sampai-sampai tiga kali ukuran normal disertai oedema, hilangnya garis-garis melintang serta warna syaraf selaku keruh serta kuning keabu-abuan. Kerusakan syaraf yang telah di sebutkan paling Suka bersifat unilateral serta bisa menyerang syaraf perifer, pangkal ganglion serta pangkal syaraf spinal. Kerusakan syaraf ini paling gampang dilihat pada syaraf ischiadicus serta brachialis (Damayanti serta Hamid. 2002). 2. Tumor Limfoid Tumor berupa limfoma bisa terbentuk di banyak sekali lokasi, misalnya pada folikel bulu pada sayap (disertai lesi pada otot berupa gurat-gurat putih serta kemerahan kulit), perangkat penglihat (iris) serta organ viseral (paruparu, jantung, proventrikulus, mesenterium, usus, hati, limpa, pankreas, ginjal, kelenjar adrenal, ovarium, bursa Fabrisius serta timus. Secara umum limfoma pada Marek bisa bersifat difus ataupun nodular, berwarna keabu-abuan, konsistensi padat serta permukaan bidang sayatan halus. Khusus perincian atau bisa juga dikatakan kepada organ hati maka limfoma ini memicu hilangnya pola lobular (Damayanti serta Hamid. 2002)..
D. DIAGNOSIS Kriteria yng Perlu diperhatikan celah lain, sejarah penyakit, umur ayam yng terserang, aspek klinis serta patologis. 1. Sejarah penyakit Data ihwal jenis kelamin, galur ayam, wabah sebelumnya, jenis serta tanggal vaksinasi, nilai morbiditas serta mortalitas Perlu diketahui yang dengannya baik. 2. Umur ayam Khusus mengenai umur, penyakit Marek umumnya muncul pada umur 2−5 bulan, namun ayam umur 3 minggupun bisa terserang (Huminto et al.,1969), demikian juga ayam yng berumur 60 minggu ke buat. Butuh diwaspadai bahwasanya andai flok ayam petelur terserang Marek meskipun telah di lakukan vaksinasi maka hal ini menunjukan bahwasanya flok terserang oleh virus Marek dari galur yng bertambah virulen (Damayanti serta Hamid. 2002). 3. Aspek klinis serta patologis Gambaran klinis, pasca mati serta histopatologi hendaknya diamati secara seksama, bertambah-bertambah yng menyangkut hal-hal yng spesifik. Pendapat dari Tabbu (2000), uji virologi serta serologi tak tiada kecil membantu internal memastikan diagnosis lantaran Marek bersifat amat menular menjadikan hampir dipastikan seluruh flok telah terserang walaupun tak selalu memicu gejala klinis.
E. Cara penularan penyakit Hewan yng sakit maupun hewan yng sembuh dari Marek serta selaku karier hendak mengeluarkan virus ke lingkungan. Penyakit Marek menular secara horizontal, namun tak secara vertikal (Tabbu, 2000). Penularan penyakit secara horizontal bisa secara langsung maupun tak langsung secara per inhalasi ke saluran pernafasan. Folikel bulu sampai era ini dianggap menjdai tempat yng paling produktif internal perkembangan virus infeksius serta Amat potensil menyebarkan infeksi, meskipun virus Marek bisa berada internal darah, pada mulut, hidung, mukosa trakhea serta kloaka. Shane (1998) menyatakan virus MD ini lantas mengkontaminasi lingkungan (udara, litter, debu, perlengkapan sangkar, petugas sangkar, serta lain-lain).
Penularan penyakit dari sumber infeksi potensial (folikel bulu serta debu sangkar terkontaminasi virus MD, serta lain-lain) paling efektif terlaksana lewat inhalasi ke saluran pernapasan. Huminto (2000) menyatakan penularan penyakit lewat vektor serangga serta koksidia tak terlaksana, kecuali sejenis kumbang (darkling beetles/Alphitobius diaperinus) yng bisa membawa virus secara pasif. Meskipun penyakit Marek tak selalu berakhir yang dengannya kematian hendak tetapi sekali ayam terinfeksi maka viremia hendak tetap berlangsung menjadikan ayam selaku karier yng berpotensi perincian atau bisa juga dikatakan kepada menyebarkan infeksi (Adjid et al.,2002).
F. PENGENDALIAN PENYAKIT Penyakit Marek tak bisa diobati yang dengannya efektif baik secara individual maupun pada flok secara keseluruhan, hendak tetapi demikian fenomena penyakit Marek bisa dicegah yang dengannya melakukan banyak sekali cara, celah lain: vaksinasi, penetapan galur ayam yng bertambah resisten terhadap Marek serta system manajemen perincian atau bisa juga dikatakan kepada menaikan sanitasi serta biosekuritas. 1. Vaksinasi Hingga era ini vaksinasi masih dianggap menjdai seni manajemen utama internal mencegah penyakit Marek. Vaksin Marek bisa berbentuk monovalen ataupun bivalen, 1. Vaksin monovalen umumnya berpangkal dari serotipe 1 yng diatenuasi (misalnya Rispen) ataupun serotipe 3 (HVT), sedangkan vaksin bivalen umumnya berupa gabungan serotipe 3 (HVT) serta serotipe 2 (misalnya SB-1 ataupun 301B). Vaksin Marek bisa diberikan yang dengannya cara menginjeksi embrio pada hari ke 18 (in ovo) ataupun pada era ayam anyar menetas (sub kutan). Oleh lantaran vaksinasi anyar hendak memberikan proteksi penuh pada 7-10 hari pasca vaksinasi, maka pengawasan ketat terhadap sanitasi amat dibutuhkan pada masa kritis ini. Andai vaksinasi telah diberikan namun wabah tetap terlaksana maka revaksinasi oleh vaksin sejenis sia-sia perincian atau bisa juga dikatakan kepada di lakukan lantaran ini menandakan bahwasanya ayam terserang oleh virus Marek dari jenis yng bertambah virulen Hal ini memperlihatkan suatu kegagalan vaksinasi. Payne (2000) menyatakan seputar hal yng bisa menghasilkan kegagalan program vaksinasi, yakni (1) ayam terinfeksi oleh virus ganas sebelum vaksin bekerja sempurna internal tubuh ayam; (2) pembentukan respon kekebalan akibat vaksinasi terhambat lantaran adanya antibodi maternal internal tubuh ayam; (3) ketidaksesuaian internal App vaksin; (4) vaksin yng dipakai berpangkal dari strain yng tak protektif. Bila ada ayam yng terserang Marek tak ada pengobatan serta sebaiknya ayam yng terindikasi haurs dimusnahkan serta bangkainya Perlu dibakar (Ginting, 1980). 2. Resistensi genetik Mentransfer gen berbeda yang dengannya cara menyisipkan gen virus Marek pada genom ayam menjadikan terlaksana superinfeksi antigen protektif virus Marek (Adjid et al.,2002). 3. System manajemen Penerapan system manajemen yng semata-perangkat penglihat mengutamakan peningkatan produksi ayam bisa mendukung terjadinya mutasi virus Marek. Upaya-upayamencegah Marek Disease semisal menutup area sangkar yang dengannya system penyaringan udara; penggunaan ayam specific pathogen free (SPF); desinfeksi sangkar setiap kali selesai siklus produksi serta pemanfaatan materi transgenik perincian atau bisa juga dikatakan kepada memblok replikasi virus secara in vivo (Adjid et al.,2002).
G. Diferensial Diagnosa Penyakit lain yng mirip yang dengannya MD merupakan Limfoid leukosis (LL). Marek’s disease didapati pada ayam muda serta memicu lesi pada saraf perifer. Penyakit ini ditandai oleh adanya sel-sel limfoid yng berbentuk heterogen. Meskipun demikian, Marek bisa pun memicu tumor pada banyak sekali organ ayam cukup umur serta memicu tumor pada bursa fabricius. Penyakit ini ditandai oleh adanya sel-sel tumor tipe blas yng berbentuk seragam. Asumsi yng penting di internal diagnosis LL merupakan terbentuknya tumor pada burca fabricius pada ayam umur >16 minggu (Tabbu., 2000).
Pada pemeriksaan pasca-mati, MD kerapkali dikelirukan yang dengannya ML (Mieloid leukosis) sehubungan yang dengannya tak terbentuknya tumor pada bursa fabricius serta adanya tumor pada banyak sekali organ viseral. Akan tetapi, tumor spesifik pada kasus ML, yng tergolong mielositoma pada mukosa laring, trakea, koste, sternum serta kranium hendak membedakan penyakit ini yang dengannya MD (Tabbu., 2000). H. Kasus di Indonesia Ginting (1980) membuat laporan bahwasanya pada tahun 1972 − 1976 kasus Marek yng didiagnosis di bagian Patologi - Balitvet berkisar celah 9,96% − 24,48% dari 596 sampel yng diperiksa. Sementara itu penelitian di daerah Bogor serta sekitarnya menunjukan bahwasanya dari 51 kasus yang dengannya leukosis kompleks, 38 (74,5%) setimpal Marek. Sementara itu Huminto et al., (2000) membuat laporan ihwal kasus Marek yng terdiri buat tujuh kasus yng berpangkal dari peternakan ayam ras petelur (26 hari − 28 minggu) yng telah divaksin terhadap Marek serta satu kasus yng berpangkal dari peternakan ayam kampung (16 minggu) yng dipelihara secara intensif. Kedelapan sampel yang telah di sebutkan berpangkal dari flok yng berbeda serta didiagnosis di laboratorium Patologi FKH-IPB. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukan tumor limfoid di ovarium serta sejumlah organ viseral menjadikan menghambat perkembangan folikel telur serta laju pertumbuhan badan serta memicu kelumpuhan serta kematian.
Lebih jauh Tabbu (2000) membuat laporan bahwasanya pemeriksaan patologik pada ayam pedaging yng berpangkal dari 23 peternakan komersial di banyak sekali daerah di Indonesia serta 5000 ekor ayam pedaging di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukan bahwasanya lesi Marek yng muncul relatif bertambah ringan dari pada yng didapati pada ayam ras petelur serta ayam kampung. Marek bentuk ringan yang telah di sebutkan umumnya berupa tumor limfoid pada organ dibatasi (proventrikulus, limpa, hati serta ginjal) Meskipun mortalitas-nya rendah, Marek bentuk ringan ini bersifat imunosupresif menjadikan ayam gampang terserang penyakit lain serta ayam selaku sumber infeksi yng potensial.
Fakta yang telah di sebutkan hendaknya selaku bahan pertimbangan kita seluruh mengingat di Indonesia ayam padaging umumnya tak divaksin terhadap Marek lantaran waktu pemeliharaan yng relatif pendek. Hingga era ini Balitvet masih terus mendapatkan sampel penyakit Marek, walaupun prosentasenya relatif kecil. Hal ini menunjukan bahwasanya penyakit Marek bersifat sporadis serta meskipun vaksinasi telah di lakukan namun mutasi virus Marek terus berlangsung. Kasus Marek yng didiagnosis di Balitvet tentu saja tak mencerminkan kondisi di lapangan yng sebenarnya lantaran umumnya peternak mengafkir ayam yng dicurigai terserang Marek cuma dari tanda klinis serta gambaran pasca mati.
KESIMPULAN 1. Penyakit Marek merupakan suatu penyakit neoplastik serta neuropathic pada unggas, bertambah-bertambah ayam, penyebabnya yaitu oleh virus Amat infeksius dari herpesvirus cell-associated . 2. Penyakit Marek bisa ditularkan lewat sumber infeksi berpangkal dari folikel bulu ayam yng terinfeksi serta secara mekanik bisa ditularkan lewat sangkar yng terkontaminasi ataupun petugas sangkar. Penyakit umumnya menyerang ayam yng berumur tiga minggu ke buat namun paling Suka menyerang ayam yng berumur 10 − 15 minggu ataupun 16 − 20 minggu, walaupun demikian wabah bisa juga terlaksana pada ayam berumur 60 minggu. 3. Penyakit Marek tak bisa diobati yang dengannya efektif baik secara individual maupun pada flok secara keseluruhan, hendak tetapi demikian fenomena penyakit Marek bisa dicegah yang dengannya melakukan banyak sekali cara semisal vaksinasi, resistensi genetik serta perbaikan manajemen.
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, R.M.A. Damayanti, R. Hamid, H. Sjafriati, T. serta Darminto. 2002. Penyakit Marek Pada Ayam: I. Etiologi, Patogenesis Serta Pengendalian Penyakit. WARTAZOA Vol. 12 No. 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Bambang. 1992. Pengendalian Hama serta Penyakit Ayam. Yogyakarta : Kanisius. Damayanti, R serta Hamid, H. 2002. Penyakit Marek pada Ayam: II. Aspek Klinis, Patologis serta Diagnosis. WARTAZOA Vol. 12 No. 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Ginting, Ng. serta B.P.A. Radjaguguk. 1980. Data ihwal penyakit Marek di Indonesia. Bulletin LPPH 19:33- 41. Huminto, H., B.P. Priosoeyanto, I.W.T. Wibawan, D.R. Agungpriyono, E. Harlina, serta S. Fatimah. 2000. Kasus diagnostik penyakit marek pada ayam. Prosiding Seminar Nasional Peternakan serta Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Bogor. Hlm 543-546. Payne, L.N. 1985. Marek’s Disease: Scientific Basis and Methods of Control. Martinus Nijhoff Pub. Boston. Dordrecht. Lancaster. Payne, L.N. serta K. Venugopal. 2000. Neoplastic diseases: Marek’s disease, avian leucosis and reticuloendotheliosis. Rev. Sci. Tech.off Int. Epiz. 19(2):544-564. Shane, M.S. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association. pp.66-69. Tabbu., C.R. 2000. Penyakit Ayam serta Penanggulangannya, Volume 1. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 142 – 150
Komentar
Posting Komentar