Kebutuhan Nutrien Itik Petelur dan Pedaging
Kebutuhan Nutrien Itik Petelur atau Pedaging selaku pilihan yang bagus buat kalian yang pengen mencari solusi keterangan merenggut. Beberapa keterangan lainnya bisa kalian dapatkan disini atau baik.
Itik berperan menjdai penghasil telur serta daging. Sebanyk 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik. Perannya menjdai penghasil daging masih rendah yakni cuma 0,94% dari 1.450.700 ton kebutuhan daging nasional (DITJENNAK, 2001). Tingkat produktivitas itik lokal Indonesia baik telur maupun daging masih rendah serta masih berpeluang perincian atau bisa juga dikatakan buat ditingkatkan. Rendahnya produksi telur yang telah di sebutkan sebagian penyebabnya yaitu oleh pakan yng tak memadai. Nyatanya produksi telur itik gembala yang telah di sebutkan bisa ditingkatkan dari 38,3% selaku 48,9% yang dengannya memberikan pakan tambahan (SETIOKO et al., 1992; SETIOKO et al., 1994). Tingkat produktivitas itik petelur terkurung kian tinggi dari produktivitas itik gembala lantaran mutu pakan yng diberikan kian baik. Pakan berperan Amat penting internal bisnis peternakan itik. Porsi biaya pakan terhadap total biaya produksi itik Mandalung umur 7 minggu merupakan 69%. Yang dengannya rataan biaya pakan sebanyk kian 70% dari total biaya produksi maka terperinci bahwasanya kecermatan internal pengelolaan pakan mau Amat memilih kesuksesan serta efisiensi bisnis peternakan itik yang telah di sebutkan. Efisiensi penggunaan pakan itik petelur yng biasa diukur yang dengannya FCR masih Amat tiada baik yakni berkisar renggangan 3,2 – 5,0 dibandingkan yang dengannya ayam ras petelur yng cuma 2,4 – 2,6 selama setahun produksi (HY− LINE INTERNATIONAL, 1986). Begitu juga FCR itik pedaging/itik jantan yng digemukkan pun masih Amat tiada baik yakni 3,2 – 5,0 andai dibandingkan yang dengannya FCR ayam ras pedaging yng cuma 2,1 – 2,2 pada umur yng percis 8 minggu (INDIAN RIVER INTERNATIONAL, 1988). Oleh lantaran itu butuh diketahui mengenai kebutuhan nutrisi setiap fase perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur maupun pedaging.
PEMBAHASAN
Pakan jujur kebutuhan pokok internal bisnis pemeliharaan ternak itik. Biaya perincian atau bisa juga dikatakan buat ransum menempati presentase terbesar dibandingkan yang dengannya biaya lain-lainnya. Oleh lantaran itu pengetahuan serta keterampilan internal penyediaan serta penyusunan ransum yng baik Amat dibutuhkan oleh peternak. Pada prinsipnya fungsi makanan perincian atau bisa juga dikatakan buat memenuhi kebutuhan pokok hidup, membentuk sel-sel serta jaringan tubuh, atau menggantikan bagian-bagian yng rusak. Selanjutnya makanan perincian atau bisa juga dikatakan buat kebutuhan berproduksi. A. Gizi Yng dimaksud yang dengannya gizi merupakan zat-zat yng terkandung internal ransum ternak yakni karbohidrat, lemak, protein, mineral serta vitamin. Karbohidrat, lemak serta protein mau membentuk energi menjdai hasil pembakaran. Karbohidrat merupakan sumber tenaga serta energi yng dipakai internal setiap kegiatan di internal tubuh serta gerak itik. Sumber karbohidrat renggangan lain terdapat internal jagung, beras, sorgum serta dedak padi. Lemak berfungsi menjdai sumber tenaga atau menyandang kandungan vitamin A, D, E serta K. Kelebihan karbohidrat ditimbun di bawah kulit tubuh menjdai lemak. Jadi kekurangan lemak mampu diisi oleh karbohidrat. Akan tetapi lemak yng berlebihan bisa memicu terganggunya saluran reproduksi. Adapun sumber bahan ransum yng menyandang kandungan lemak merupakan jagung, kedelai serta minyak ikan. Protein dibutuhkan perincian atau bisa juga dikatakan buat pertumbuhan, mengganti jaringan-jaringan yng rusak atau berproduksi. Kebutuhan protein kasar bergantung pada fase hidup itik. Selain persentase total kandungan protein di internal makanan, butuh pun diperhatikan keseimbangan asam amino yng membentuk protein yang telah di sebutkan. Bagi atau bisa juga dikatakan buat melindungi keseimbangan asam amino yang telah di sebutkan, penyusunan ransum dianjurkan terdiri dari macam-macam bahan baku. Yang dengannya demikian kekurangan suatu asam amino bisa ditutupi oleh asam amino yng diperoleh dari bahan baku lain-lainnya. Didasari sumbernya, protein bisa digolongkan selaku dua yakni protein yng bersumber dari hewan serta protein yng bersumber dari tanaman. Mineral jujur zat pembangun pertumbuhan serta produksi. Kebutuhan mineral relatif tiada banyak namun kekurangan mineral bisa menghasilkan efek yng tak menguntungkan pada ternak itik. Sumber mineral merupakan dari makanan hijauan serta dari hewan. Vitamin Amat dibutuhkan internal metobolisme kalsium serta fosfor yng berfungsi menjdai pembentukan tulang serta kulit telur. Energi merupakan hasil dari proses metabolisme karbohidrat, protein serta lemak didalam tubuh yang dengannya satuan pengukur kalori. Energi dibutuhkan perincian atau bisa juga dikatakan buat seluruh kegiatan fisiologis serta produksi itik salah satunya kegiatan pernapasan, sirkulasi darah, pencernaaan makanan serta sebagainya. Karbohidrat serta lemak jujur bahan makanan sumber energi yng praktis serta efisien. Bagi atau bisa juga dikatakan buat melengkapi ransum makanan dibutuhkan vitamin, mineral serta antibiotik yng memberikan manfaat perincian atau bisa juga dikatakan buat mempercepat pertumbuhan, mempertahankan ataupun meningakatkan produksi serta melindungi kebugaran atau kesehatan ternak itik. Feed suplement mampu cuma berbentuk vitamin, mineral ataupun campuran renggangan antiobitik serta vitamin ataupun pun campuran dari vitamin, antibiotik serta mineral. Cara pemberian feed suplement mengikuti peraturan dari pabrik pembuatnya. B. Kebutuhan Nutrien Itik Petelur Sudah tiada segelintir di lakukan penelitian wacana kebutuhan protein serta energi pada itik petelur lokal. Dari hasil-hasil penelitian yang telah di sebutkan, SINURAT (2000) menyusun rekomendasi kebutuhan gizi itik petelur pada aneka macam umur. Yang mau di sajikan kali ini merupakan table kebutuhan nutrien itik petelur pada aneka macam umur pendapat dari SINURAT (2000). Rekomendasi yng tersedia era ini dikelompokkan didasari umur yakni: pakan starter perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur 0 – 8 minggu, pakan grower perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur 9 – 20 minggu, serta pakan petelur perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur kian dari 20 minggu. Pada table dibawah ini dilaporkan mengenai kebutuhan asama amino pada dua tingkat energy pakan.
Semisal lain merupakan MAHMUDI (2001) yng memberikan pakan starter ayam perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur umur 1-7 hari. Lantas itik umur 1-3 minggu diberi pakan yang dengannya campuran 75% dedak halus, bekatul, menir, limbah roti ataupun beras rusak serta ditambah 25% pakan konsentrat. Sesudah umur 4 minggu ataupun kian, rasio campuran dari bahan diatas dirubah sesuai yang dengannya umur itik yang dengannya ketentuan: protein serta energy diturunkan pada fase pertumbuhan serta dinaikkan kembali pada fase bertelur. Tak dilaporkan berita wacana rasio campuran pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat aneka macam umur itik yang telah di sebutkan. Yusin, peternak itik petelur di Cirebon mempergunakan dedak, menir serta ikan petek/rucah basah menjdai pakan utama perincian atau bisa juga dikatakan buat itiknya. Ikan petek pada musim panen tiada segelintir tersedia yang dengannya harga bersaing di Cirebon. Ikan ini dicincang internal bentuk segar lalu diberikan pada itik. Total pakan sebanyk 18 kg yang telah di sebutkan diatas diberikan perincian atau bisa juga dikatakan buat 90 ekor itik petelur/hari. Hasil analisa proksimat sampel pakan yang telah di sebutkan internal bentuk kering di laboratorium menunjukan bahwasanya kandungan protein kasar sebanyk 14,66%, energy kasar 4015 kkal/kg (ataupun setara yang dengannya 2911 Kkal EM/kg), serat kasar 8,85%, Ca 0,31% serta P 1,12% (KETAREN serta PRASETYO, 2000). Andai dibandingkan yang dengannya rekomendasi kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur semisal tertera pada Tabel 1 diatas maka hasil analisa proksimat sampel pakan peternak Cirebon diatas sebenarnya kandungan protein kasar serta Ca masih jauh kian rendah dari rekomendasi ataupun yang dengannya kata lain Perlu ditingkatkan kadarnya, misalnya yang dengannya memperbanyak jumlah ikan petek serta kulit kerang ataupun kapur ke internal pakan. C. Kebutuhan Gizi Itik Pedaging Berita kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik pedaging di Indonesia belum tersedia lantaran itik pedaging pun belum umum diternakkan (KETAREN, 2001c). Walaupun demikian sebagian tahun yang terakhir ini peternak sejak menggemukkan itik pejantan serta itik Mandalung (= Mule duck: hasil persilangan renggangan entok yang dengannya itik) selama 2 bulan serta lantas dijual menjdai itik potong. 1. Kebutuhan Gizi Itik Pekin Kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik pedaging diatas yng bersumber dari rekomendasi NRC (1994) bisa dipakai menjdai acuan. Dari Tabel 4 sebenarnya kebutuhan protein kasar perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin umur 0 − 2 minggu kian tinggi dari rekomendasi kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur semisal tertera pada Tabel 1 yakni masing-masing 22% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin serta 17-20% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur. Pada Tabel 4, kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin dikelompokkan selaku starter umur 0-2 minggu, grower 2 − 7 minggu serta itik bibit. Pada umur 7 minggu itik Pekin diharapkan telah mencapai bobot badan 2,10 kg (CHEN, 1996). Itik Pekin sejak di ternakkan di Indonesia baik menjdai penghasil bibit maupun penghasil daging. Era ini perincian atau bisa juga dikatakan buat memenuhi permintaan pembeli, karkas itik Pekin masih diimpor dari luar negeri. Daging itik Pekin telah umum disajikan oleh restoran ataupun hotel-hotel di kota besar semisal Jakarta. Daging itik jantan ataupun itik afkir tiada segelintir disediakan oleh rumah makan yng kian kecil. Semisal formula pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin pada umur starter, grower, developer serta layer disajikan pada Tabel 5. 2. Kebutuhan Gizi Itik Mandalung Kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung yng sejak dikenal serta dikembangkan di Indonesia menjdai itik pedaging pun belum tersedia. Walaupun demikian perincian atau bisa juga dikatakan buat tengah waktu, bisa dipergunakan rekomendasi yng dibuat oleh CHEN (1996) yng dipakai di Taiwan negara yng memproduksi serta umum mengkonsumsi daging itik Mandalung semisal pada Tabel 6. Dari Tabel 6 sebenarnya kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung baik pada umur 0−3 minggu maupun perincian atau bisa juga dikatakan buat umur 4−10 minggu jauh kian rendah dibanding kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin yakni masing-masing 15,4 – 18,7% tengah 16 – 22% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin. Kebutuhan gizi lain-lainnya renggangan kedua galur ataupun bangsa itik tak jauh berbeda. Kebutuhan protein yng rendah pada itik Mandalung berpeluang perincian atau bisa juga dikatakan buat menyusun formula pakan yng murah perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung dibanding itik Pekin.
Semisal formula pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung yng dipakai di Taiwan pada umur 0 − 3 serta 4 – 10 minggu tertera pada Tabel 7. Dari Tabel yang telah di sebutkan terlihat bahwasanya kandungan protein internal pakan jauh kian rendah daripada kandungan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat ayam pedaging yakni 23% serta 20% masing-masing perincian atau bisa juga dikatakan buat ayam pedaging umur 0 – 3 serta 4 – 6 minggu (NRC, 1994). D. Kebutuhan Air Bagi atau bisa juga dikatakan buat Itik Air merupakan gizi yng Amat penting perincian seluruh jenis ternak (LEESON serta SUMMERS, 1991). Misalnya, unggas tanpa cairan minum mau kian menderita serta malah kian cepat mati dibanding unggas tanpa pakan. Menjdai semisal, kira-kira 58% dari tubuh unggas serta 66% dari telur merupakan cairan (ESMAIL, 1996). Mutu cairan Suka diabaikan oleh peternak lantaran fakta yng orang-orang lihat yakni itik mencari makan serta minum ditempat kotor semisal kali, sawah ataupun malah di selokan. Air pun bisa berfungsi menjdai sumber aneka macam mineral semisal Na, Mg serta Sulfur. Oleh lantaran itu, mutu cairan mau memilih tingkat kebugaran atau kesehatan ternak itik. Air yng sesuai perincian atau bisa juga dikatakan buat konsumsi kita-kita pasti pun sesuai perincian atau bisa juga dikatakan buat konsumsi itik. Air Perlu bersih, sejuk yang dengannya Ph renggangan 5 − 7, tak berbau, tawar ataupun tak asin serta tak menyandang kandungan racun. Jumlah kebutuhan cairan perincian atau bisa juga dikatakan buat unggas secara umum salah satunya ternak itik diperkirakan sebanyk 2 kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari. ESMAIL (1996) mengestimasi bahwasanya konsumsi cairan perincian atau bisa juga dikatakan buat unggas mau meningkat sebanyk 7% setiap kenaikan temperatur udara lingkungan 1° C diatas 21° C. Kandungan maksimum Ca, Mg, Fe, Nitrit serta Sulfur internal cairan minum unggas masing-masing berturut-turut 75, 200, 0,3 − 0,5, 0 serta 25 mg/liter. Kelebihan mineral yang telah di sebutkan internal cairan mau memberi pengaruh penampilan unggas salah satunya itik yakni gangguan pencernaan. E. Racun Aflatoxin Kualitas pakan ternak itik Perlu diperhatikan internal menyediakan bahan maupun internal mencampur pakan. Kadar aflatoxin di internal pakan menurunkan mutu disamping membahayakan kebugaran atau kesehatan itik. Itik Amat sensitif terhadap keracunan aflatoxin yng bisa menurunkan pertumbuhan, produksi telur serta malah memicu kematian. HETZEL et al. (1981) membuat laporan bahwasanya aflatoxin bisa memicu penurunan pertumbuhan, FCR, tingkat produksi telur serta merusak hati itik. Tingkat pengaruh aflatoxin terhadap performan itik Amat berkaitan yang dengannya jumlah kandungan aflatoxin internal pakan atau tingkat sensitivitas itik terhadap toxin yang telah di sebutkan. Pakan yng menyandang kandungan aflatoxin sebanyk 40 μg/kg mau menghasilkan pembengkakan hati itik. Aflatoxin pada level 100 μg/kg mau menurunkan pertumbuhan, serta andai pakan menyandang kandungan aflatoxin 200 μg/kg mau menaikan kematian itik. Pun dilaporkan bahwasanya itik Alabio cenderung kian sensitif terhadap kadar aflatoxin internal pakan dibanding itik lokal lain-lainnya. Disimpulkan bahwasanya kadar aflatoxin yng hening didalam pakan Perlu tiada kian dari 40 μg/kg. HETZEL serta SUTIKNO (1979) membuat laporan bahwasanya kadar aflatoxin didalam jagung serta bungkil kedelai bisa mencapai masing-masing 371 μg/kg serta 66 μg/kg. Semisal yng diambil dari pakan starter, grower, serta layer pun menyandang kandungan aflatoxin 50 − 100 μg (HETZEL et al., 1981). Didasari berita diatas bisa diindikasikan bahwasanya kian dari 80 μg/kg aflatoxin/kg internal jagung tak dianjurkan dipakai menjdai pakan itik andai diasumsikan level penggunaan jagung internal pakan sebanyk 50%. Gambar 1 Itik Petelur Gambar 2 Pakan Itik
Gambar 3 Itik Pedaging Gambar 4 Tempat Minum Itik
DAFTAR PUSTAKA
CHEN, T. F. 1996. Nutrition and feedstuffs of ducks. In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical Cooperation, Taipei. DITJENNAK. 2001. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta. ESMAIL, S. H. M. 1996. Water: The vital nutrient. Poultry International. Watt Publishing Co., Illinois. HETZEL, D.J.S. and I. SUTIKNO. 1979. A report on aflatoxin contamination in local and imported corn and soybean meal in West Java, Indonesia. Proc. Int. Symp. Microbiological aspect of food storage, processing and fermentation in Tropical Asia. HETZEL, D.J.S., I. SUTIKNO, and SOERIPTO. 1981. Beberapa pengaruh aflatoxin terhadap pertumbuhan itik-itik muda. Prosiding seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian serta Pengembangan Peternakan, Bogor. HY-LINE INTERNATIONAL. 1986. Hy- Line Variety Brown, Comemercial Management Guide. A. publication of Hy- line international, West Des Moines, Iowa. INDIAN RIVER INTERNATIONAL. 1988. Broiler Management Guide. A publication of Indian River International, Nacogdoches, Texas. KETAREN, P.P. 2001c. Peranan peternakan bebek internal pemberdayaaan masyarakat pedesaan. Bebek Mania, Edisi 09. September 2001. KETAREN, P.P. serta L.H. PRASETYO. 2000. Produktivitas itik silang MA di Ciawi serta Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan serta Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian serta Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. LEESON, S. and J.D. SUMMERS. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books, Guelph, Ontario. MAHMUDI, H. 2001. Pengembangan bisnis peternakan itik di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Lokakarya Unggas Air Nasional. Fakultas Peternakan IPB serta Balai Penelitian Ternak di Ciawi tanggal 6-7 Agustus 2001. NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C. PAN, C. M. 1996. Management of pekin ducks. In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical Cooperation Taipei. SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, A. LASMINI, P. KETAREN, serta A. TANUWIDJAJA. 1992. Pengaruh perbaikan nutrisi terhadap produktivitas itik gembala pada masa boro. Prosiding Agroindustri peternakan di pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, serta A. LASMINI. 1994. Pemberian pakan tambahan perincian atau bisa juga dikatakan buat pemeliharaan itik gembala di Subang-Jawa Barat. Ilmu serta Peternakan 8(1):27-33. SINURAT, A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lokal internal pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 9(1): 12-20. SINURAT, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras serta itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20 Juni 2000. SINURAT, A.P., J. BESTARI, WINARSO, R. MATONDANG, P. SETIADI, serta S. WAHYUNI. 1992. Pengaruh imbangan asam amino yang dengannya energi metabolis internal ransum terhadap penampilan itik. Prosiding pengolahan serta Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Unggas serta Aneka Ternak, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. SUTARTI, H., A. DJAJANEGARA, A. RAYS, serta T. MANURUNG. 1976. Hasil analisa bahan makanan ternak. Laporan khusus No. 3, Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor.
(Sumber : WARTAZOA Vol. 12 No. 2 Th. 2002, Kebutuhan Gizi Itik Petelur serta Itik Pedaging, Dr. Pius Ketaren)
Itik berperan menjdai penghasil telur serta daging. Sebanyk 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik. Perannya menjdai penghasil daging masih rendah yakni cuma 0,94% dari 1.450.700 ton kebutuhan daging nasional (DITJENNAK, 2001). Tingkat produktivitas itik lokal Indonesia baik telur maupun daging masih rendah serta masih berpeluang perincian atau bisa juga dikatakan buat ditingkatkan. Rendahnya produksi telur yang telah di sebutkan sebagian penyebabnya yaitu oleh pakan yng tak memadai. Nyatanya produksi telur itik gembala yang telah di sebutkan bisa ditingkatkan dari 38,3% selaku 48,9% yang dengannya memberikan pakan tambahan (SETIOKO et al., 1992; SETIOKO et al., 1994). Tingkat produktivitas itik petelur terkurung kian tinggi dari produktivitas itik gembala lantaran mutu pakan yng diberikan kian baik. Pakan berperan Amat penting internal bisnis peternakan itik. Porsi biaya pakan terhadap total biaya produksi itik Mandalung umur 7 minggu merupakan 69%. Yang dengannya rataan biaya pakan sebanyk kian 70% dari total biaya produksi maka terperinci bahwasanya kecermatan internal pengelolaan pakan mau Amat memilih kesuksesan serta efisiensi bisnis peternakan itik yang telah di sebutkan. Efisiensi penggunaan pakan itik petelur yng biasa diukur yang dengannya FCR masih Amat tiada baik yakni berkisar renggangan 3,2 – 5,0 dibandingkan yang dengannya ayam ras petelur yng cuma 2,4 – 2,6 selama setahun produksi (HY− LINE INTERNATIONAL, 1986). Begitu juga FCR itik pedaging/itik jantan yng digemukkan pun masih Amat tiada baik yakni 3,2 – 5,0 andai dibandingkan yang dengannya FCR ayam ras pedaging yng cuma 2,1 – 2,2 pada umur yng percis 8 minggu (INDIAN RIVER INTERNATIONAL, 1988). Oleh lantaran itu butuh diketahui mengenai kebutuhan nutrisi setiap fase perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur maupun pedaging.
PEMBAHASAN
Pakan jujur kebutuhan pokok internal bisnis pemeliharaan ternak itik. Biaya perincian atau bisa juga dikatakan buat ransum menempati presentase terbesar dibandingkan yang dengannya biaya lain-lainnya. Oleh lantaran itu pengetahuan serta keterampilan internal penyediaan serta penyusunan ransum yng baik Amat dibutuhkan oleh peternak. Pada prinsipnya fungsi makanan perincian atau bisa juga dikatakan buat memenuhi kebutuhan pokok hidup, membentuk sel-sel serta jaringan tubuh, atau menggantikan bagian-bagian yng rusak. Selanjutnya makanan perincian atau bisa juga dikatakan buat kebutuhan berproduksi. A. Gizi Yng dimaksud yang dengannya gizi merupakan zat-zat yng terkandung internal ransum ternak yakni karbohidrat, lemak, protein, mineral serta vitamin. Karbohidrat, lemak serta protein mau membentuk energi menjdai hasil pembakaran. Karbohidrat merupakan sumber tenaga serta energi yng dipakai internal setiap kegiatan di internal tubuh serta gerak itik. Sumber karbohidrat renggangan lain terdapat internal jagung, beras, sorgum serta dedak padi. Lemak berfungsi menjdai sumber tenaga atau menyandang kandungan vitamin A, D, E serta K. Kelebihan karbohidrat ditimbun di bawah kulit tubuh menjdai lemak. Jadi kekurangan lemak mampu diisi oleh karbohidrat. Akan tetapi lemak yng berlebihan bisa memicu terganggunya saluran reproduksi. Adapun sumber bahan ransum yng menyandang kandungan lemak merupakan jagung, kedelai serta minyak ikan. Protein dibutuhkan perincian atau bisa juga dikatakan buat pertumbuhan, mengganti jaringan-jaringan yng rusak atau berproduksi. Kebutuhan protein kasar bergantung pada fase hidup itik. Selain persentase total kandungan protein di internal makanan, butuh pun diperhatikan keseimbangan asam amino yng membentuk protein yang telah di sebutkan. Bagi atau bisa juga dikatakan buat melindungi keseimbangan asam amino yang telah di sebutkan, penyusunan ransum dianjurkan terdiri dari macam-macam bahan baku. Yang dengannya demikian kekurangan suatu asam amino bisa ditutupi oleh asam amino yng diperoleh dari bahan baku lain-lainnya. Didasari sumbernya, protein bisa digolongkan selaku dua yakni protein yng bersumber dari hewan serta protein yng bersumber dari tanaman. Mineral jujur zat pembangun pertumbuhan serta produksi. Kebutuhan mineral relatif tiada banyak namun kekurangan mineral bisa menghasilkan efek yng tak menguntungkan pada ternak itik. Sumber mineral merupakan dari makanan hijauan serta dari hewan. Vitamin Amat dibutuhkan internal metobolisme kalsium serta fosfor yng berfungsi menjdai pembentukan tulang serta kulit telur. Energi merupakan hasil dari proses metabolisme karbohidrat, protein serta lemak didalam tubuh yang dengannya satuan pengukur kalori. Energi dibutuhkan perincian atau bisa juga dikatakan buat seluruh kegiatan fisiologis serta produksi itik salah satunya kegiatan pernapasan, sirkulasi darah, pencernaaan makanan serta sebagainya. Karbohidrat serta lemak jujur bahan makanan sumber energi yng praktis serta efisien. Bagi atau bisa juga dikatakan buat melengkapi ransum makanan dibutuhkan vitamin, mineral serta antibiotik yng memberikan manfaat perincian atau bisa juga dikatakan buat mempercepat pertumbuhan, mempertahankan ataupun meningakatkan produksi serta melindungi kebugaran atau kesehatan ternak itik. Feed suplement mampu cuma berbentuk vitamin, mineral ataupun campuran renggangan antiobitik serta vitamin ataupun pun campuran dari vitamin, antibiotik serta mineral. Cara pemberian feed suplement mengikuti peraturan dari pabrik pembuatnya. B. Kebutuhan Nutrien Itik Petelur Sudah tiada segelintir di lakukan penelitian wacana kebutuhan protein serta energi pada itik petelur lokal. Dari hasil-hasil penelitian yang telah di sebutkan, SINURAT (2000) menyusun rekomendasi kebutuhan gizi itik petelur pada aneka macam umur. Yang mau di sajikan kali ini merupakan table kebutuhan nutrien itik petelur pada aneka macam umur pendapat dari SINURAT (2000). Rekomendasi yng tersedia era ini dikelompokkan didasari umur yakni: pakan starter perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur 0 – 8 minggu, pakan grower perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur 9 – 20 minggu, serta pakan petelur perincian atau bisa juga dikatakan buat itik berumur kian dari 20 minggu. Pada table dibawah ini dilaporkan mengenai kebutuhan asama amino pada dua tingkat energy pakan.
Semisal lain merupakan MAHMUDI (2001) yng memberikan pakan starter ayam perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur umur 1-7 hari. Lantas itik umur 1-3 minggu diberi pakan yang dengannya campuran 75% dedak halus, bekatul, menir, limbah roti ataupun beras rusak serta ditambah 25% pakan konsentrat. Sesudah umur 4 minggu ataupun kian, rasio campuran dari bahan diatas dirubah sesuai yang dengannya umur itik yang dengannya ketentuan: protein serta energy diturunkan pada fase pertumbuhan serta dinaikkan kembali pada fase bertelur. Tak dilaporkan berita wacana rasio campuran pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat aneka macam umur itik yang telah di sebutkan. Yusin, peternak itik petelur di Cirebon mempergunakan dedak, menir serta ikan petek/rucah basah menjdai pakan utama perincian atau bisa juga dikatakan buat itiknya. Ikan petek pada musim panen tiada segelintir tersedia yang dengannya harga bersaing di Cirebon. Ikan ini dicincang internal bentuk segar lalu diberikan pada itik. Total pakan sebanyk 18 kg yang telah di sebutkan diatas diberikan perincian atau bisa juga dikatakan buat 90 ekor itik petelur/hari. Hasil analisa proksimat sampel pakan yang telah di sebutkan internal bentuk kering di laboratorium menunjukan bahwasanya kandungan protein kasar sebanyk 14,66%, energy kasar 4015 kkal/kg (ataupun setara yang dengannya 2911 Kkal EM/kg), serat kasar 8,85%, Ca 0,31% serta P 1,12% (KETAREN serta PRASETYO, 2000). Andai dibandingkan yang dengannya rekomendasi kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur semisal tertera pada Tabel 1 diatas maka hasil analisa proksimat sampel pakan peternak Cirebon diatas sebenarnya kandungan protein kasar serta Ca masih jauh kian rendah dari rekomendasi ataupun yang dengannya kata lain Perlu ditingkatkan kadarnya, misalnya yang dengannya memperbanyak jumlah ikan petek serta kulit kerang ataupun kapur ke internal pakan. C. Kebutuhan Gizi Itik Pedaging Berita kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik pedaging di Indonesia belum tersedia lantaran itik pedaging pun belum umum diternakkan (KETAREN, 2001c). Walaupun demikian sebagian tahun yang terakhir ini peternak sejak menggemukkan itik pejantan serta itik Mandalung (= Mule duck: hasil persilangan renggangan entok yang dengannya itik) selama 2 bulan serta lantas dijual menjdai itik potong. 1. Kebutuhan Gizi Itik Pekin Kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik pedaging diatas yng bersumber dari rekomendasi NRC (1994) bisa dipakai menjdai acuan. Dari Tabel 4 sebenarnya kebutuhan protein kasar perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin umur 0 − 2 minggu kian tinggi dari rekomendasi kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur semisal tertera pada Tabel 1 yakni masing-masing 22% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin serta 17-20% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik petelur. Pada Tabel 4, kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin dikelompokkan selaku starter umur 0-2 minggu, grower 2 − 7 minggu serta itik bibit. Pada umur 7 minggu itik Pekin diharapkan telah mencapai bobot badan 2,10 kg (CHEN, 1996). Itik Pekin sejak di ternakkan di Indonesia baik menjdai penghasil bibit maupun penghasil daging. Era ini perincian atau bisa juga dikatakan buat memenuhi permintaan pembeli, karkas itik Pekin masih diimpor dari luar negeri. Daging itik Pekin telah umum disajikan oleh restoran ataupun hotel-hotel di kota besar semisal Jakarta. Daging itik jantan ataupun itik afkir tiada segelintir disediakan oleh rumah makan yng kian kecil. Semisal formula pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin pada umur starter, grower, developer serta layer disajikan pada Tabel 5. 2. Kebutuhan Gizi Itik Mandalung Kebutuhan gizi perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung yng sejak dikenal serta dikembangkan di Indonesia menjdai itik pedaging pun belum tersedia. Walaupun demikian perincian atau bisa juga dikatakan buat tengah waktu, bisa dipergunakan rekomendasi yng dibuat oleh CHEN (1996) yng dipakai di Taiwan negara yng memproduksi serta umum mengkonsumsi daging itik Mandalung semisal pada Tabel 6. Dari Tabel 6 sebenarnya kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung baik pada umur 0−3 minggu maupun perincian atau bisa juga dikatakan buat umur 4−10 minggu jauh kian rendah dibanding kebutuhan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin yakni masing-masing 15,4 – 18,7% tengah 16 – 22% perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Pekin. Kebutuhan gizi lain-lainnya renggangan kedua galur ataupun bangsa itik tak jauh berbeda. Kebutuhan protein yng rendah pada itik Mandalung berpeluang perincian atau bisa juga dikatakan buat menyusun formula pakan yng murah perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung dibanding itik Pekin.
Semisal formula pakan perincian atau bisa juga dikatakan buat itik Mandalung yng dipakai di Taiwan pada umur 0 − 3 serta 4 – 10 minggu tertera pada Tabel 7. Dari Tabel yang telah di sebutkan terlihat bahwasanya kandungan protein internal pakan jauh kian rendah daripada kandungan protein perincian atau bisa juga dikatakan buat ayam pedaging yakni 23% serta 20% masing-masing perincian atau bisa juga dikatakan buat ayam pedaging umur 0 – 3 serta 4 – 6 minggu (NRC, 1994). D. Kebutuhan Air Bagi atau bisa juga dikatakan buat Itik Air merupakan gizi yng Amat penting perincian seluruh jenis ternak (LEESON serta SUMMERS, 1991). Misalnya, unggas tanpa cairan minum mau kian menderita serta malah kian cepat mati dibanding unggas tanpa pakan. Menjdai semisal, kira-kira 58% dari tubuh unggas serta 66% dari telur merupakan cairan (ESMAIL, 1996). Mutu cairan Suka diabaikan oleh peternak lantaran fakta yng orang-orang lihat yakni itik mencari makan serta minum ditempat kotor semisal kali, sawah ataupun malah di selokan. Air pun bisa berfungsi menjdai sumber aneka macam mineral semisal Na, Mg serta Sulfur. Oleh lantaran itu, mutu cairan mau memilih tingkat kebugaran atau kesehatan ternak itik. Air yng sesuai perincian atau bisa juga dikatakan buat konsumsi kita-kita pasti pun sesuai perincian atau bisa juga dikatakan buat konsumsi itik. Air Perlu bersih, sejuk yang dengannya Ph renggangan 5 − 7, tak berbau, tawar ataupun tak asin serta tak menyandang kandungan racun. Jumlah kebutuhan cairan perincian atau bisa juga dikatakan buat unggas secara umum salah satunya ternak itik diperkirakan sebanyk 2 kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari. ESMAIL (1996) mengestimasi bahwasanya konsumsi cairan perincian atau bisa juga dikatakan buat unggas mau meningkat sebanyk 7% setiap kenaikan temperatur udara lingkungan 1° C diatas 21° C. Kandungan maksimum Ca, Mg, Fe, Nitrit serta Sulfur internal cairan minum unggas masing-masing berturut-turut 75, 200, 0,3 − 0,5, 0 serta 25 mg/liter. Kelebihan mineral yang telah di sebutkan internal cairan mau memberi pengaruh penampilan unggas salah satunya itik yakni gangguan pencernaan. E. Racun Aflatoxin Kualitas pakan ternak itik Perlu diperhatikan internal menyediakan bahan maupun internal mencampur pakan. Kadar aflatoxin di internal pakan menurunkan mutu disamping membahayakan kebugaran atau kesehatan itik. Itik Amat sensitif terhadap keracunan aflatoxin yng bisa menurunkan pertumbuhan, produksi telur serta malah memicu kematian. HETZEL et al. (1981) membuat laporan bahwasanya aflatoxin bisa memicu penurunan pertumbuhan, FCR, tingkat produksi telur serta merusak hati itik. Tingkat pengaruh aflatoxin terhadap performan itik Amat berkaitan yang dengannya jumlah kandungan aflatoxin internal pakan atau tingkat sensitivitas itik terhadap toxin yang telah di sebutkan. Pakan yng menyandang kandungan aflatoxin sebanyk 40 μg/kg mau menghasilkan pembengkakan hati itik. Aflatoxin pada level 100 μg/kg mau menurunkan pertumbuhan, serta andai pakan menyandang kandungan aflatoxin 200 μg/kg mau menaikan kematian itik. Pun dilaporkan bahwasanya itik Alabio cenderung kian sensitif terhadap kadar aflatoxin internal pakan dibanding itik lokal lain-lainnya. Disimpulkan bahwasanya kadar aflatoxin yng hening didalam pakan Perlu tiada kian dari 40 μg/kg. HETZEL serta SUTIKNO (1979) membuat laporan bahwasanya kadar aflatoxin didalam jagung serta bungkil kedelai bisa mencapai masing-masing 371 μg/kg serta 66 μg/kg. Semisal yng diambil dari pakan starter, grower, serta layer pun menyandang kandungan aflatoxin 50 − 100 μg (HETZEL et al., 1981). Didasari berita diatas bisa diindikasikan bahwasanya kian dari 80 μg/kg aflatoxin/kg internal jagung tak dianjurkan dipakai menjdai pakan itik andai diasumsikan level penggunaan jagung internal pakan sebanyk 50%. Gambar 1 Itik Petelur Gambar 2 Pakan Itik
Gambar 3 Itik Pedaging Gambar 4 Tempat Minum Itik
DAFTAR PUSTAKA
CHEN, T. F. 1996. Nutrition and feedstuffs of ducks. In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical Cooperation, Taipei. DITJENNAK. 2001. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta. ESMAIL, S. H. M. 1996. Water: The vital nutrient. Poultry International. Watt Publishing Co., Illinois. HETZEL, D.J.S. and I. SUTIKNO. 1979. A report on aflatoxin contamination in local and imported corn and soybean meal in West Java, Indonesia. Proc. Int. Symp. Microbiological aspect of food storage, processing and fermentation in Tropical Asia. HETZEL, D.J.S., I. SUTIKNO, and SOERIPTO. 1981. Beberapa pengaruh aflatoxin terhadap pertumbuhan itik-itik muda. Prosiding seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian serta Pengembangan Peternakan, Bogor. HY-LINE INTERNATIONAL. 1986. Hy- Line Variety Brown, Comemercial Management Guide. A. publication of Hy- line international, West Des Moines, Iowa. INDIAN RIVER INTERNATIONAL. 1988. Broiler Management Guide. A publication of Indian River International, Nacogdoches, Texas. KETAREN, P.P. 2001c. Peranan peternakan bebek internal pemberdayaaan masyarakat pedesaan. Bebek Mania, Edisi 09. September 2001. KETAREN, P.P. serta L.H. PRASETYO. 2000. Produktivitas itik silang MA di Ciawi serta Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan serta Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian serta Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. LEESON, S. and J.D. SUMMERS. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books, Guelph, Ontario. MAHMUDI, H. 2001. Pengembangan bisnis peternakan itik di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Lokakarya Unggas Air Nasional. Fakultas Peternakan IPB serta Balai Penelitian Ternak di Ciawi tanggal 6-7 Agustus 2001. NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C. PAN, C. M. 1996. Management of pekin ducks. In: The training Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research Institute, Monograph No. 46. Committee of International Technical Cooperation Taipei. SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, A. LASMINI, P. KETAREN, serta A. TANUWIDJAJA. 1992. Pengaruh perbaikan nutrisi terhadap produktivitas itik gembala pada masa boro. Prosiding Agroindustri peternakan di pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, serta A. LASMINI. 1994. Pemberian pakan tambahan perincian atau bisa juga dikatakan buat pemeliharaan itik gembala di Subang-Jawa Barat. Ilmu serta Peternakan 8(1):27-33. SINURAT, A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lokal internal pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 9(1): 12-20. SINURAT, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras serta itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20 Juni 2000. SINURAT, A.P., J. BESTARI, WINARSO, R. MATONDANG, P. SETIADI, serta S. WAHYUNI. 1992. Pengaruh imbangan asam amino yang dengannya energi metabolis internal ransum terhadap penampilan itik. Prosiding pengolahan serta Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Unggas serta Aneka Ternak, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. SUTARTI, H., A. DJAJANEGARA, A. RAYS, serta T. MANURUNG. 1976. Hasil analisa bahan makanan ternak. Laporan khusus No. 3, Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor.
(Sumber : WARTAZOA Vol. 12 No. 2 Th. 2002, Kebutuhan Gizi Itik Petelur serta Itik Pedaging, Dr. Pius Ketaren)
Komentar
Posting Komentar